Bolaang Mongondow Timur –Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank SulutGo di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) menuai tanda tanya besar.
Temuan langsung wartawan bongkarperkara.com mengindikasikan bahwa penyaluran dana tersebut hanya terpusat pada satu organisasi, yakni Karang Taruna, tanpa ada kesempatan terbuka bagi masyarakat umum untuk mengakses bantuan serupa.
Padahal, di Boltim, ribuan pemuda menganggur dan tidak memiliki usaha mandiri. Mereka sangat membutuhkan sentuhan program pemberdayaan, yang seharusnya bisa disalurkan melalui dana CSR. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa bantuan justru berulang kali diberikan kepada kelompok yang sama, tanpa transparansi dan pemerataan.
Di Desa Tutuyan, Kecamatan Tutuyan, misalnya, Karang Taruna setempat tercatat sudah beberapa kali menerima bantuan serupa. Ketua Karang Taruna Desa Tutuyan II membenarkan hal tersebut.
Ia menjelaskan bahwa organisasinya memang aktif, dan Karang Taruna adalah lembaga resmi yang dibentuk dari pusat, bahkan juga mendapatkan anggaran dari provinsi serta bentuk bantuan lain dari instansi tertentu.
Namun yang menjadi sorotan adalah mekanisme pengelolaan dana CSR itu sendiri, yang diduga dikoordinasikan oleh Dinas Sosial Boltim tanpa sistem seleksi terbuka dan adil. Tidak ditemukan adanya informasi atau pembukaan kesempatan proposal dari kelompok pemuda atau masyarakat lain. Sistem ini dinilai tertutup dan mengarah pada pengutamaan satu kelompok saja, terlepas dari kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat luas.
Jika pengelolaan dilakukan secara profesional dan berkeadilan, maka semestinya semua masyarakat memiliki hak dan peluang yang sama untuk mengakses bantuan CSR, apalagi dalam konteks daerah dengan angka pengangguran pemuda yang tinggi.
Redaksi bongkarperkara.com telah mengupayakan konfirmasi kepada Bupati Boltim Oskar Manoppo, Wakil Bupati Argo Sumaiku, serta Kepala Dinas Sosial Imran Golonda pada Selasa 29 Juli 2025. Namun hingga berita ini diterbitkan, tidak ada tanggapan yang diberikan, meskipun pesan WhatsApp telah dibaca.
Masalah utama bukan pada diamnya para pejabat, tapi pada dugaan sistem pengelolaan yang tidak adil dan tidak berpihak kepada masyarakat umum. Jika benar bahwa Dinas Sosial hanya memfasilitasi satu organisasi tanpa mekanisme yang terbuka, maka hal ini patut dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang secara administratif.
Pengelolaan dana CSR semestinya dilakukan secara akuntabel, transparan, dan berdasarkan kebutuhan sosial yang luas. Bukan untuk memperkuat kelompok tertentu, apalagi menutup akses bagi ribuan pemuda yang sedang berjuang mandiri di tengah keterbatasan.
bongkarperkara.com akan terus mengawal persoalan ini. Masyarakat berhak tahu ke mana dana sosial itu mengalir, dan siapa yang mengaturnya.
(Redaksi | bongkarperkara.com)












