Bangka Barat, Bongkar Perkara, –
Perkara Dugaan Tindak Pidana Penculikan, penyekapan dan penganiayaan terhadap Asnadi, seorang nelayan asal Kabupaten Bangka Barat, menjadi atensi dan kembali mendapat sorotan Publik di masyarakat. Sabtu, 06/04/2024
Hal ini setelah adanya kabar upaya Restorative Justice ( RJ) yang digaungkan oleh beberapa pihak, sedangkan hingga kini terduga pelaku pun belum berhasil ditetapkan oleh Polres Bangka Barat.
Pakar Hukum Suhendar SH, MM asal Lembaga Hukum Indonesia (LHI) pun turut menanggapi permasalahan yang viral di Kabupaten Bangka Barat ini, apalagi setelah adanya narasi upaya RJ dari beberapa pihak yang diduga terlibat.
Jika saya menganalisa dari laporan dan keterangan-keterangan, Perkara ini sangat kompleks, apalgi ini merupakan perkara yang direncanakan, diduga dilakukan oleh beberapa orang, tempat eksekusi pun sudah di persiapkan, waduh mengerihkan sekali, karema sudah terstruktur dan sistematis. ujar Suhendar SH MM
Sekjen LHI ini pun melanjutkan penjelasannya kepada media ini terkait ancaman penculikan, penyekapan dan penganiaayan ini.
Penculikan, penyekapan dan Penganiayaan itu diancam dengan pasal 333 KUHP dan 446 KUHP dimana masing-masing ancamannya diatas 7 tahun, begitu juga yang menyediakan tempat untuk eksekusi penyekapan dan penyiksaan. Lanjut Suhendar
Pasal 333
1. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
4. Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan.
Pasal 446
1. Setiap orang yang secara melawan hukum merampas kemerdekaan orang atau meneruskan perampasan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
3. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
4. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku juga bagi orang yang memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan atau meneruskan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum tersebut.
Masih dilanjutkan oleh Suhendar SH MM, bahwa si pemilik rumah pun terancam dengan pasal yang sama meskipun tidak ikut dalam tindakan penculikan, penyekapan maupun penganiayaan terhadap korban.
untuk Pemilik rumah, Kepolisian Polres Bangka Barat pun harusnya berani, tetapkan sebagai turut terduga pelaku
Kenapa demikian, karena dalam pasal 333 KUHP ayat 4 dan pasal 446 KUHP ayat 4 jelas disebutkan bahwa ketentuan pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi orang yang memberikan tempat untuk perampasan kemerdekaan atau meneruskan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum tersebut.
Jadi jika melihat dari kronologis kejadian dan tempat kejadian sesuai LP, maka Menkiong sebagai pemilik lokasipun harusnya dibidik sebagai terduga pelaku. terang Suhendar.
Disinggung mengenai upaya RJ yang akan diterapkan, Advokat senior inipun dengan tegas menjelaskan beberapa poin terhadap syarat RJ
Beberapa syarat RJ adalah Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Dan perlu diketahui, berdasarkan kronologi kejadian, perkara ini bukan penganiayan biasa yang diterapkan dalam pasal 351 KUHP yang ancaman hukumannya hanya 2 Tahun 8 bulan, karena perkara ini terlebih juga dilengkapi dengan penculikan serta penyekapan terlebih dahulu. Tegasnya
Restorative Justice dan Ketentuan
Dalam Acuannya, Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 mengatur tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Menurut Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan restorative justice:
1. Pelaku tindak pidana hanya boleh baru pertama kali melakukan pelanggaran hukum.
2. Kerugian yang timbul akibat tindak pidana harus kurang dari Rp 2,5 juta.
3. Terdapat kesepakatan antara pelaku dan korban terkait penyelesaian perkara.
4. Tindak pidana yang dilakukan pelaku hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara dengan ancaman tidak lebih dari 5 tahun.
5. Pelaku harus mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban.
6. Pelaku wajib mengganti kerugian yang dialami oleh korban.
7. Pelaku juga harus mengganti biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana dan/atau memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana.
Namun, penting untuk diingat bahwa penyelesaian perkara dengan restorative justice tidak berlaku untuk kasus-kasus tindak pidana yang berkaitan dengan keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat dan wakilnya, ketertiban umum, serta kesusilaan. Selain itu, restorative justice juga tidak diterapkan pada tindak pidana dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, tindak pidana lingkungan hidup, dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
(Red)