Tutuyan – Rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), terkait izin usaha PT Kutai Surya Mining (KSM) di kawasan Hutan Garini, berlangsung panas. Polres Boltim mendapat sorotan tajam dan dikecam habis-habisan oleh perwakilan masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh salah satu pembicara dari perwakilan masyarakat Buyat Bersatu, Wira Suma. Dalam penyampaiannya, Wira mengkritik keras aparat penegak hukum Polres Boltim, yang menurutnya merupakan dalang dari aktivitas pertambangan yang diduga ilegal oleh PT KSM di Hutan Garini.

“Hari ini kita dari tadi duduk di sini, banyak aura-aura positif yang muncul dari sahabat-sahabat para ketua pimpinan dewan yang hadir, bahwa hari ini mereka siap duduk dan berdiri di depan masyarakat. Namun ada satu hal ganjal di hati kita dan pikiran kita. Dari tadi dorang duduk di sini, data yang berproses adalah data yang notabenenya masyarakat cari, yang kami cari. Mulai dari data PTSP, foto WNA Cina, ini hasil jepretan, hasil karya-karya luar biasa masyarakat,” ujar Wira.
Ia menilai bahwa kondisi yang disampaikan seolah-olah masyarakat tidak tahu apa yang terjadi di lapangan. “Ini hoaks terbesar sebenarnya. Kalau datang di sini, kemudian mereka kami bilang, kami balas bapak ini dengan kondisi yang riil, bahwa seakan-akan kami tidak tahu situasi di atas, ini hoaks terbesar di luar gedung ini. Semua duduk di sini paham dengan situasi di atas, apalagi APH,” lanjutnya.
Wira meminta ketegasan dari aparat, namun menyayangkan ketidakhadiran Kapolres Boltim dalam rapat tersebut. “Sayangnya Pak Kapolres tidak hadir di sini. Ini mau disampaikan ke Pak Kapolres. Ini jadi rahasia umum, jangan sampai kita takut-takut bicara urusan ini. Yang menyebar itu, barang ini bekingannya Polres, bekingannya APH. Ini ada dugaan. Jangan sampai ini,” ucapnya.

Wira menilai hal ini justru merusak citra institusi Polri yang sedang berupaya membangun kepercayaan publik. “Hari ini Polri sementara giat-giat membangun citra institusi Polri, malah rusak dengan kerja-kerja aktor-aktor di lapangan ini. Ada aktor-aktor di lapangan,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa pada 7 Juni lalu, para Sangadi dari Buyat Satu, Buyat Barat, dan Buyat hadir di lokasi dan menyepakati penghentian aktivitas PT KSM. Namun realitasnya, begitu rombongan pemerintah desa turun, PT KSM langsung melanjutkan aktivitas.
“Ini penghinaan, itu kan pemerintah. Lebih lucunya, dapat informasi bahwa di situ ada anggota polisi. Ini penghinaan. Ini pemerkosaan terhadap hukum,” tutup Wira.
(Redaksi)






