Pemkab Boltim Geram Tambang Ilegal Marak, Dorong WPR Sebagai Solusi Legal Bagi Rakyat

Berita, Daerah2614 Dilihat

Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) mulai menunjukkan ketegasan terhadap maraknya dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang semakin meresahkan.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah keberadaan alat berat jenis ekskavator yang diduga digunakan di kawasan perkebunan Desa Molobog, Kecamatan Motongkad, serta di wilayah hutan lindung Simbalang, Desa Tombolikat, Kecamatan Tutuyan. Bahkan, baru-baru ini dilaporkan ada dua unit alat berat masuk melalui Desa Bukaka.

Situasi ini menimbulkan kekesalan dari pemerintah daerah karena selain melanggar hukum, aktivitas tersebut juga mengancam kelestarian lingkungan.

Pemerintah memandang bahwa aktivitas tambang seharusnya dilakukan secara legal dan bertanggung jawab, bukan dijalankan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki izin resmi.

Sebagai bentuk langkah nyata, Pemkab Boltim akan segera menyampaikan surat resmi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk menindak aktivitas penambangan menggunakan alat berat yang tidak memiliki izin.

Pemerintah juga sedang fokus memperjuangkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar masyarakat lokal bisa menambang secara aman, legal, dan tertib.

Pemerintah daerah bersama Pemerintah Provinsi melalui Dinas Energi Dan Sumberdaya Mineral Sulut saat ini telah mensosialisasikan pengusulan lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Sulawesi Utara termasuk 25 WPR yang tersebar di sejumlah desa di Boltim.

Pengajuan ini bertujuan agar masyarakat memiliki payung hukum untuk melakukan aktivitas tambang, khususnya komoditas emas, tanpa harus khawatir terseret dalam praktik ilegal.

Adapun desa-desa yang diusulkan sebagai lokasi WPR tersebut antara lain:

Desa Buyat II, yang menjadi titik utama dalam beberapa usulan, termasuk Garini Blok I hingga IX, serta Buyat 1.

Desa Buyat Barat, yang juga mencakup banyak blok usulan seperti Garini Blok II–VIII, Panasa, dan Mogoyungung I–II.

Desa Bukaka, yang terlibat dalam usulan Garini Blok VI, Blok VIII, serta Simbalang II.

Desa Tombolikat, sebagai lokasi Simbalang I dan II, yang saat ini juga menjadi lokasi aktivitas ilegal.

Desa Kayumoyondi, terlibat dalam Simbalang I, III, dan IV.

Desa Kotabunan, yang masuk dalam usulan Simbalang III.

Desa Tobongon, dengan banyak usulan WPR seperti Badaro 1–3, Badaro Pelangi 1–3, dan Modayag.

Desa Badaro, yang masuk dalam Badaro Pelangi 1 dan 3.

Desa Modayag Timur, bagian dari usulan WPR Modayag.

Desa Bai dan Desa Molobog Barat, yang diusulkan sebagai lokasi WPR.

Seluruh usulan tersebut memiliki satu kesamaan: fokus pada komoditas emas. Ini menjadi bukti bahwa potensi sumber daya alam Boltim sangat besar, dan jika dikelola dengan benar oleh masyarakat secara legal, bisa menjadi sumber penghidupan yang stabil dan berkelanjutan.

Pemerintah daerah berharap pengesahan wilayah WPR ini dapat segera terealisasi agar masyarakat tidak lagi tergoda melakukan penambangan secara sembunyi-sembunyi atau bekerja sama dengan pihak tak bertanggung jawab. Dengan adanya WPR, masyarakat akan lebih terlindungi dari aspek hukum, lingkungan, maupun sosial.

Penertiban tambang ilegal menggunakan alat berat eksavator dan percepatan pengesahan WPR menjadi dua langkah penting yang saat ini menjadi prioritas. Dengan pengelolaan yang baik, tambang rakyat di Boltim bisa menjadi contoh pertambangan berwawasan lingkungan dan berbasis pemberdayaan masyarakat.

Oleh : Redaksi

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *