Wartawan Berhak Membela Diri, Pasal 49 KUHP Jadi Tamparan Keras untuk Oknum Penjilat

Hukum/Kriminal201 Dilihat

Bongkar Perkara.com Nagan Raya – Tuduhan ngawur yang menyebut seorang wartawan melanggar kode etik jurnalistik karena terlibat perkelahian, harus dipatahkan dengan fakta hukum. Faktanya, wartawan tersebut adalah korban pembacokan brutal dengan senjata tajam saat menjalankan tugas jurnalistik. Dalam kondisi nyawa di ujung tanduk, ia berhak penuh melindungi diri sebagaimana dijamin Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang noodweer (pembelaan terpaksa).

Pasal itu menegaskan, siapa pun yang mempertahankan diri dari serangan melawan hukum tidak bisa dipidana. Artinya, tindakan wartawan tersebut bukan pelanggaran kode etik, melainkan hak asasi paling mendasar: mempertahankan hidup dari upaya pembunuhan.

Namun ironis, di tengah situasi ini, muncul oknum yang mengaku wartawan justru menyebar opini sesat dengan menuding korban melanggar kode etik. Sikap memalukan ini jelas bukan sikap seorang jurnalis, melainkan mental penjilat yang mencari muka kepada perusahaan atau pihak tertentu. Bukan hanya menodai marwah pers, tetapi juga seolah membela pelaku kejahatan.

Perlu ditegaskan, kode etik jurnalistik mengatur integritas dan karya jurnalistik, bukan mengkriminalisasi wartawan yang sedang mempertahankan nyawa. Menyerang korban dengan dalih kode etik hanyalah bentuk kebodohan sekaligus pengkhianatan terhadap profesi pers.

Ridwanto, Ketua DPD GMOCT Provinsi Aceh sekaligus Pimpinan Redaksi 1 Media Bongkar Perkara.com, angkat suara keras. Ia mengecam opini menyesatkan yang dilontarkan oknum tersebut.

“Opini murahan yang ditebarkan oknum itu adalah fitnah keji. Kami pastikan, sikapnya berpihak kepada pelaku pembacokan. Itu sama saja menampar muka seluruh jurnalis yang masih memegang teguh idealisme. Kami tidak akan diam menghadapi penghianat profesi yang bersembunyi di balik status wartawan,” tegas Ridwanto.

Ridwanto juga menegaskan, pers bukan tempat untuk penjilat perusahaan atau pelindung kriminal bersenjata. Menurutnya, setiap wartawan sejati wajib berdiri di sisi korban dan keadilan, bukan justru ikut mengintimidasi korban dengan narasi sesat.

Kasus ini sekaligus menjadi alarm keras: solidaritas sesama wartawan harus tegak lurus, bukan dipelintir untuk menjatuhkan korban. Semua pihak dituntut mendukung proses hukum agar pelaku pembacokan segera ditangkap dan diadili sesuai hukum, bukan malah menutupi fakta dengan opini busuk.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *