Bongkar parkara.com Nagan Raya – Isu yang beredar terkait wartawan yang disebut melanggar kode etik jurnalistik karena terlibat perkelahian, perlu diluruskan secara objektif. Faktanya, wartawan tersebut menjadi korban pembacokan dengan senjata tajam saat menjalankan tugas jurnalistik. Dalam kondisi nyawanya terancam, ia mempunyai hak penuh untuk membela diri, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembelaan terpaksa (noodweer).
Pasal tersebut secara jelas menyebutkan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk mempertahankan diri atau orang lain dari serangan yang melawan hukum, tidak dapat dipidana. Artinya, tindakan wartawan yang melindungi dirinya dari upaya pembunuhan bukanlah pelanggaran etik, melainkan hak asasi manusia untuk mempertahankan hidup.
Ironisnya, muncul oknum yang mengaku wartawan namun justru menghembuskan opini sesat dengan menuding korban melanggar kode etik. Sikap seperti ini tidak hanya menunjukkan keberpihakan pada pelaku kejahatan, tetapi juga mencoreng marwah profesi wartawan itu sendiri. Oknum penjilat yang mencari muka kepada perusahaan atau pihak tertentu jelas tidak memahami aturan hukum maupun kode etik jurnalistik secara utuh.
Perlu digarisbawahi, kode etik jurnalistik mengatur integritas dan independensi wartawan dalam karya jurnalistik, bukan untuk mengkriminalisasi wartawan yang sedang mempertahankan nyawa dari serangan maut.
Kasus ini menjadi cermin bahwa solidaritas sesama wartawan harus ditegakkan, bukan justru melemahkan korban yang sedang memperjuangkan keadilan. Alih-alih menuding tanpa dasar, semua pihak seharusnya mendukung proses hukum agar pelaku pembacokan segera ditangkap dan diproses sesuai undang-undang.





