Nias Selatan – Bongkarperkara.com
Dugaan penyalahgunaan wewenang kembali mencuat di Desa Hilibadalu, Kecamatan Umbunasi, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Fondaradodo Buulolo, yang menjabat sebagai Kepala Desa sejak tahun 2020 hingga saat ini, diduga tidak transparan dalam penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD). Informasi yang dihimpun tim media Bongkarperkara menyebutkan adanya praktik markup anggaran serta tindakan nepotisme yang kian meresahkan masyarakat.
Seorang warga Desa Hilibadalu yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap kepemimpinan Fondaradodo Buulolo. “Kami masyarakat Desa Hilibadalu sangat sedih melihat cara kerja Kepala Desa kami. Pengelolaan dana desa tidak pernah transparan. Kami merasa tidak tahu ke mana sebenarnya uang itu digunakan,” ujarnya kepada tim media Bongkarperkara.

Selain dugaan penyalahgunaan anggaran, Fondaradodo Buulolo juga dituding telah melakukan praktik nepotisme secara terang-terangan. Jabatan-jabatan penting di pemerintahan desa, mulai dari perangkat desa hingga Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), disebut-sebut diisi oleh anak-anak kandungnya sendiri. Ketua BPD Desa Hilibadalu diketahui dijabat oleh Martinus Buulolo Bendahara Desa Salehmawati Giawa Istri dari Ketua BPD dari anak pertama Kepala Desa. Sementara itu, anak-anak lainnya juga menempati posisi strategis seperti Ketua TPK dan pengurus ketahanan pangan.
Tak berhenti di situ, warga juga mengungkapkan bahwa anak ketiga dan keempat dari Kepala Desa, yakni Yulikristina Buulolo dan Aguslinda Buulolo, ikut serta dalam struktur pemerintahan desa. Kondisi ini membuat masyarakat semakin geram, sebab pengelolaan desa seolah hanya dikuasai oleh keluarga Fondaradodo Buulolo. “Kami meminta aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan melakukan audit menyeluruh atas kepemimpinan Kepala Desa kami,” ujar warga lainnya yang enggan disebut namanya.
Mantan anggota BPD Desa Hilibadalu juga angkat bicara dan memperkuat tuduhan tersebut. “Sejak 2020 hingga 2024, Kepala Desa tidak pernah transparan dalam pengelolaan dana desa. Selain itu, perangkat desa mayoritas adalah keluarganya sendiri. Hal ini sangat mencederai kepercayaan masyarakat,” tegasnya.
Lebih jauh, sumber lain menyebutkan bahwa pada tahun 2018 telah dilakukan pemilihan BPD oleh pejabat kepala desa sebelumnya. Namun, setelah Fondaradodo Buulolo menjabat sebagai Kepala Desa pada 2019, ia diduga mengganti perangkat desa hingga BPD tanpa persetujuan Bupati, yang sebenarnya bukan menjadi kewenangannya. Ironisnya, beberapa anggota BPD lama seperti Libertina Nduru (alm) dan Masilia Buulolo yang sudah meninggal dunia atau pindah domisili masih tercatat aktif dalam SK dan menerima gaji. Namun, gaji tersebut diduga dinikmati oleh orang lain yang diangkat langsung oleh Kepala Desa.
Atas dugaan pelanggaran tersebut, masyarakat Desa Hilibadalu berharap Inspektorat Nias Selatan tidak menutup mata. Mereka mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap kepemimpinan Fondaradodo Buulolo. Selain itu, masyarakat juga meminta perhatian dari Kejaksaan Negeri Nias Selatan, Polres Nias Selatan, hingga Bupati Nias Selatan agar menindaklanjuti laporan ini dan melakukan evaluasi terhadap kinerja Kepala Desa Hilibadalu.
Tim media Bongkarperkara telah berupaya mengonfirmasi langsung kepada Kepala Desa Hilibadalu melalui pesan WhatsApp. Namun, alih-alih memberikan klarifikasi, Fondaradodo Buulolo justru memblokir nomor tim media, sehingga hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kepala Desa terkait berbagai tuduhan yang mencuat di tengah masyarakat.
(Bersambung…..)





