Warga Nagan Raya Melalui #No Viral No Justice (GMOCT), Desak Presiden Usut Tuntas Kasus PT. Agrina

Bongkar Perkara.com Nagan Raya, Aceh – Puluhan warga Desa Babah Lueng, Kecamatan Tripa Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, melalui Gerakan Masyarakat Observasi dan Control Terpadu (GMOCT), gabungan media online dan cetak ternama yang mendapatkan informasi dari media online Bongkarperkara.com, mendesak Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto, untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Agrina, perusahaan yang sebelumnya dikenal sebagai PT. SPS II. Warga menuduh perusahaan tersebut melakukan pembukaan lahan secara besar-besaran di hutan belantara, merampas lahan masyarakat, dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat serta mengancam satwa liar.

Konflik ini bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2017 yang mewajibkan PT. SPS II melakukan penghijauan kembali. Namun, faktanya, perusahaan tersebut justru kembali membuka lahan secara besar-besaran, mengakibatkan hewan liar sering memasuki pemukiman warga. Perusahaan juga mengklaim lahan milik warga, memicu bentrokan di lapangan.

Pada Selasa, 21 Januari 2025, puluhan warga Babah Lueng melakukan aksi penghentian aktivitas PT. SPS II/PT. Agrina di lahan mereka. Asisten perusahaan sempat berjanji menghentikan penanaman di lahan tersebut. Namun, janji tersebut tampaknya tak diindahkan. Seorang warga setempat yang menjaga lahan plasma, Muslem, membenarkan bahwa lahan yang disengketakan berada di wilayah Babah Lueng, Kecamatan Tripa Makmur, bukan di Puloe Kruet seperti yang diklaim perusahaan. Muslem menegaskan, patok batas wilayah sudah jelas terlihat di tengah PT. Gelora Sawita Makmur (GSM).

Di sisi lain, Safari IS dan M. Dan, warga Desa Babah Lueng, telah memenuhi panggilan Polda Aceh untuk klarifikasi terkait laporan PT. SPS II tentang dugaan pengancaman dan memasuki pekarangan tanpa izin pada 17 Oktober 2024. Safari IS membantah tuduhan tersebut dan justru menyatakan bahwa merekalah yang seharusnya melaporkan perusahaan atas dugaan perampasan lahan yang telah mereka garap selama bertahun-tahun. Lahan tersebut, yang sebagian telah dibagikan oleh desa seluas 2 hektar per KK dan dilengkapi Surat Sporadik, kini diklaim masuk dalam HGU PT. SPS II, meskipun Kepala BPN Nagan Raya sebelumnya menyatakan tidak ada HGU PT. SPS II di Desa Babah Lueng. Safari IS menambahkan, warga tidak menolak program plasma, namun menolak lahan perkebunan mereka yang telah ditanami bibit sawit dijadikan lahan plasma.

Menariknya, Humas PT. SPS II/PT. Agrina menanggapi protes warga dengan menantang mereka untuk melaporkan perusahaan ke pihak berwajib. Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Aiptu Zahrul Afwadi, S.H., tidak membuahkan hasil karena nomor kontak awak media diblokir.

Lebih jauh lagi, Pak Manto, warga Puloe Kruet, Kecamatan Darul Makmur, menyatakan bibit sawit miliknya ditimbun oleh alat berat PT. SPS/Agrina. Ia telah melaporkan kejadian ini ke Polres Nagan Raya.

Warga melalui GMOCT mendesak Presiden, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Pertanian untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan mafia tanah dan menyelidiki siapa dalang di balik pemberian izin plasma di lahan perkebunan warga yang kini dikuasai PT. SPS II/PT. Agrina. Kasus ini menjadi sorotan dan menyoroti pentingnya perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah dan sumber daya alam.

#No Viral No Justice

Team/Red (Bongkarperkara)

GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama

Editor:

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *