Mewaspadai Pembiaran Aktivitas Tambang Ilegal di Boltim

Aktivitas pertambangan emas ilegal yang melibatkan alat berat jenis loader dan ekskavator di Desa Molobog, Kecamatan Nuangan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), telah menjadi isu serius yang mencoreng wibawa penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di daerah tersebut. Ironisnya, kegiatan yang diduga ilegal ini dilakukan secara terang-terangan tanpa adanya tindakan tegas dari pihak berwenang.

Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai komitmen pemerintah daerah dan aparat hukum dalam menangani kasus pertambangan tanpa izin yang nyata-nyata melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fakta bahwa kegiatan tersebut berlangsung secara terbuka mengindikasikan adanya pembiaran, bahkan mungkin keterlibatan oknum tertentu yang justru mengamankan proses ilegal tersebut.

Menurut pengakuan Kepala RT pada 13 mei 2025, alat berat tersebut mulai masuk melalui Desa Bai sekitar dua minggu lalu tanpa melalui prosedur izin yang jelas. Meskipun alat berat tersebut sempat di tahan karna merusak jalan pertanian desa bai, Namun pada akhirnya keberadaan alat-alat berat itu tetap saja dibiarkan beroperasi. Hal ini diperparah dengan adanya pengakuan warga yang juga merupakan pemilik lokasi pertambangan bahwa, lokasi pertambangan dijaga oleh oknum aparat kepolisian dari Kotamobagu, seolah-olah memberikan perlindungan terhadap kegiatan ilegal tersebut.

Lebih jauh, kelambanan pemerintah daerah dalam menindak kasus ini semakin memperkuat kesan adanya pembiaran. Bupati Boltim, Oskar Manoppo, memang telah menyatakan bahwa pihaknya sudah menghubungi Kepala Bagian Sumber Daya Alam (Kabag SDA) untuk menelusuri kebenaran informasi tersebut. Namun, pernyataan ini terdengar sekadar retorika tanpa disertai langkah konkret di lapangan. Jika pemerintah daerah serius dalam menangani tambang ilegal ini, seharusnya ada tindakan cepat berupa inspeksi langsung ke lokasi dan penghentian operasional tambang.

Tidak kalah mengecewakan adalah respons Polres Boltim yang mengaku kesulitan menjangkau lokasi tambang akibat medan yang sulit. Apakah sulitnya medan dapat dijadikan alasan pembenaran bagi aktivitas ilegal? Dalam perspektif penegakan hukum, alasan semacam ini tidak dapat diterima. Aparat seharusnya memiliki perencanaan yang matang, termasuk koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan penertiban secara tegas.

Tentu saja, jika aktivitas ilegal ini terus dibiarkan, maka bukan hanya kerusakan lingkungan yang semakin parah, tetapi juga kerugian negara akibat eksploitasi sumber daya alam tanpa izin. Publik membutuhkan transparansi dan keberanian dari pemerintah daerah serta aparat hukum untuk bertindak cepat dan tegas. Jangan sampai masyarakat berpikir bahwa hukum dapat dinegosiasikan dengan kekuasaan atau uang.

Pada akhirnya, pemerintah pusat juga perlu mengambil peran dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam menangani kasus tambang ilegal ini. Perlindungan lingkungan dan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan harus menjadi prioritas utama, bukan kepentingan sesaat segelintir pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi.

Tanpa adanya langkah nyata, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum terancam kehilangan legitimasi dan kepercayaan dari masyarakat. Ini adalah ujian bagi komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan serta melindungi kekayaan alam dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *