Kasus sengketa lahan antara PT Ranomut dan masyarakat Tutuyan di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur kembali memanas. Dalam rapat dengar pendapat yang digelar oleh DPRD Boltim pada 6 Mei 2025, puluhan masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Tutuyan Bersatu menyuarakan protes keras mereka. Mereka menuntut agar lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak lagi dikelola oleh PT Ranomut dapat dibebaskan dan diberikan kepada warga yang selama ini tinggal dan bercocok tanam di wilayah tersebut.
PT Ranomut secara tegas mengklaim bahwa lahan HGU tersebut adalah milik pribadi yang telah dibayar kepada negara. Tidak hanya itu, perusahaan ini juga memasang patok dan baliho peringatan di beberapa titik, seolah ingin mempertegas status kepemilikannya. Namun, tindakan tersebut justru dianggap sebagai ancaman oleh masyarakat setempat, yang sebagian besar telah bermukim dan mengelola lahan tersebut selama bertahun-tahun.
Ironisnya, lahan yang diklaim oleh PT Ranomut tersebut selama ini tidak lagi digarap bahkan cenderung ditelantarkan. Masyarakat Tutuyan yang dengan susah payah memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam justru dihadapkan pada situasi sulit ketika perusahaan meminta mereka membeli lahan tersebut. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas Tanah, HGU dapat dicabut apabila lahan tidak dimanfaatkan selama tiga tahun berturut-turut atau dibiarkan terlantar. Selain itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menegaskan bahwa tanah yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dapat diambil kembali oleh negara.
Masyarakat menegaskan bahwa lahan tersebut seharusnya dikembalikan kepada mereka karena PT Ranomut tidak lagi mengelola lahan sesuai dengan ketentuan. Bahkan, masyarakat kerap mengalami intimidasi dalam bentuk pungutan liar yang dilakukan oleh oknum tertentu terkait pemanfaatan lahan tersebut. Forum Masyarakat Tutuyan Bersatu pun meminta agar DPRD Boltim berpihak pada masyarakat dan mendukung upaya pembebasan lahan. Salah satu tokoh masyarakat muda, Awaludin Umbola, turut menyuarakan hal ini. Ia menekankan pentingnya keadilan agraria dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh perusahaan.
Polemik ini menjadi refleksi dari persoalan agraria yang masih kerap terjadi di berbagai daerah. Pemerintah, dalam hal ini DPRD Boltim dan instansi terkait, harus mengambil langkah tegas untuk memeriksa legalitas HGU PT Ranomut dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat dilindungi. Jangan sampai konflik ini justru menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum agraria di Tanah Air.
Diharapkan pemerintah segera melakukan investigasi mendalam terkait status lahan dan memastikan PT Ranomut tidak menyalahgunakan izin HGU untuk kepentingan yang tidak sesuai peruntukan. Di sisi lain, masyarakat juga perlu mendapatkan kepastian hukum agar dapat hidup dan bercocok tanam dengan tenang.
Keadilan agraria tidak boleh hanya menjadi slogan. Sudah saatnya pemerintah berpihak pada rakyat kecil yang selama ini menjadi korban ketimpangan pengelolaan lahan. Semoga langkah konkret dapat segera dilakukan demi keadilan dan kesejahteraan bersama.
Penulis : Redaksi