Belum usai polemik dugaan aktivitas pertambangan emas ilegal di wilayah perkebunan Desa Molobog, Kecamatan Motongkat, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), kini publik kembali dikejutkan oleh kabar masuknya dua unit alat berat jenis ekskavator ke kawasan hutan lindung Simbalang.
Ini bukan kali pertama isu serupa mencuat. Dan ironisnya, hingga kini, diduga tidak ada tindakan nyata yang mencerminkan keseriusan penegakan hukum. Warga hanya bisa bertanya-tanya: apakah aparat penegak hukum di Boltim benar-benar hadir untuk menegakkan keadilan, atau justru memilih menjadi penonton dari pelanggaran yang dilakukan secara terang-terangan?
Bukti visual berupa rekaman video dari warga memperlihatkan dua unit alat berat melintas melalui jalan Desa Bukaka, Kecamatan Kotabunan,diduga menuju kawasan hutan lindung Simbalang. Fakta ini seharusnya cukup menjadi dasar awal bagi kepolisian untuk bergerak. Namun yang terjadi justru sebaliknya: senyap, tanpa sikap, tanpa upaya penindakan.
Hadirnya aparat penegak hukum di wilayah ini pun mulai dipertanyakan. Apakah peran mereka hanya sebatas mengatur lalu lintas di jalan raya dan menghadiri kegiatan seremonial? Atau lebih jauh, apakah mereka telah memilih untuk menutup mata atas aktivitas tambang ilegal yang justru merusak kawasan lindung dan mengancam kelestarian lingkungan?
Lebih menyedihkan lagi, praktik ini terjadi bukan secara sembunyi-sembunyi, melainkan terbuka dan vulgar. Seolah-olah hukum telah kehilangan wibawanya. Seolah tidak ada institusi yang mampu atau mau menindak.
Pertanyaan publik pun mengarah lebih tinggi: apakah Kapolri telah kehilangan kontrol terhadap jajaran di tingkat daerah dan provinsi? Atau, apakah pembiaran ini menjadi semacam pola sistematis yang sudah dianggap lazim?
Perlu ditegaskan, hutan lindung bukan sekadar wilayah tak bertuan. Ia adalah kawasan yang dilindungi oleh hukum dan menjadi bagian penting dari keseimbangan ekosistem. Merusaknya berarti menantang hukum dan membahayakan masa depan lingkungan serta masyarakat sekitar.
Jika aparat penegak hukum di Boltim masih memiliki komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya, maka sudah saatnya mereka bertindak. Tidak cukup hanya hadir di jalan raya atau dalam berita seremonial, tetapi harus hadir di lapangan saat hukum benar-benar diterjang.
Kasus demi kasus di Boltim membuktikan bahwa celah dugaan pembiaran selalu membuka peluang terjadinya pelanggaran. Dan jika dibiarkan terus-menerus, masyarakat berhak mempertanyakan: apakah hukum benar-benar masih hidup? Atau justru telah terkubur bersama hancurnya hutan.
Oleh : Redaksi